(REPOST)
mayan asik buat bacaan.. ^^
Hidup Lajang dan Hidup Menikah
Banyak orang yang masih single berpikir bahwa alangkah
menyenangkannya hidup pernikahan itu. Ada seseorang
untuk berbagi, dalam suka dan duka, dalam untung dan
malang, dalam keadaan sehat dan sakit, sebagaimana
yang dinyatakan dalam janji pernikahan.
Itu benar adanya, saya tidak pernah memungkiri betapa
benarnya kenyataan itu! Namun di lain pihak, terdapat
harapan dan impian Hollywood, sebagaimana film-film
dramanya memberikan gambaran, betapa kehidupan yang
diarungi berdua itu indah-indah saja dan pasti
endingnya sebagian besar adalah "Happy End".
Saya tidak mengatakan bahwa kehidupan perkawinan tidak
ada unsur yang menyenangkan. Sama sekali tidak! Namun
sejak saya pribadi menjalani kehidupan perkawinan yang
masih seumur jagung ini, saya pun mulai menyadari
bahwa untuk benar-benar bertahan dalam kehidupan
perkawinan, mimpi romantisme saja tidaklah cukup.
Kehidupan sebagai seorang lajang, tidak lepas dari
begitu banyak kebebasan. Kalaupun ada yang me ngikat
tentunya hanya sang pacar dan keluarga kita.
Namun ketika kita memutuskan untuk menikah,
keterikatan itu tidak lagi sebatas apel di malam
minggu, nonton atawa makan bersama yang mungkin cuma
makan waktu sekitar 2-3 jam seminggu 2-3 kali
misalnya.
Keterikatan itu menyangkut penyesuaian diri dengan
seseorang yang bisa-bisa selama 24 jam bersama-sama
dengan kamu dan itu bukan main-main, untuk seumur
hidupmu!
Dua pribadi yang dipersatukan, tentunya memiliki
banyak perbedaan. Mungkin ketika berpacaran, kamu
dengan gampang menemukan begitu banyak persamaan
antara kamu dengan pasangan. Dan ketika kamu memasuki
mahligai perkawinan, kemudian kamu menjadi bingung,
mengapa kamu semakin melihat begitu banyak perbedaan?
Untuk itu penyesuaian dan pengertian yang terus
menerus amat dibutuhkan oleh kedua belah pihak dalam
rumah tangga.
Dan bukan itu saja, keterikatan itu termasuk
perkawinan plus plus di Indonesia. Kenapa saya katakan
perkawinan ++ (baca: perkawinan plus plus)? Karena
keterikatan dalam suatu perkawinan juga termasuk
dengan keluarga suami/istri dan seluruh kerabatnya.
Keluarga besar, begitu istilahnya.
Dan tiba-tiba saja, saudara kita bertambah amat
banyak, dikarenakan tali pernikahan yang kita jalani.
Mungkin kamu pernah dengar pernyataan begini, " Itu
lho… Pak Ade, adik dari ipar saya…" Atau mungkin, "
Itu keponakan dari mertua saya…"
Belum lagi terkadang istilah-istilah yang begitu
kompleksnya, yang pasti ujung-ujungnya ada hubungan
saudara dikarenakan perkawinan …
Berhadapan dengan semakin banyak orang, tentunya
berhadapan pula dengan semakin banyak karakter. Dan
disadari atau tidak, tentunya banyak kepala semakin
banyak permasalahan yang dihadapi. Untuk banyak
pasangan, pertengkaran tidaklah terjadi antarmereka,
namun banyak kali dikarenakan campur tangan dari pihak
ketiga, keempat, bahkan kelima yang semakin
memperkeruh suasana.
Jadi, pasangan yang menikah dengan kekerabatan plus
plus hendaknya pandai-pandai memilah situasi, sehingga
mereka tidak gampang terhasut oleh pihak-pihak yang
tidak bertanggung jawab, walaupun itu adalah dari
pihak keluarga sendiri.
Perkawinan mengajarkan saya untuk hidup lebih
realistis. Tidak selamanya pasangan kita berada pada
‘top performance’ sebagaimana yang ditunjukkan selama
masa berpacaran atau masa ketika sang wanita tengah
‘dikejar’ oleh sang pria atau sebaliknya sang pria
yang ‘dikejar’ wanita.
Perkawinan membawa seseorang ke tahap di mana harus
menerima kalau pasangannya tengah kelelahan selepas
kerja dan mendengar celotehan yang penuh amarah adalah
hal terakhir yang diinginkan pada saat itu karena
tubuhnya penat amat membutuhkan istirahat.
Menikah, apabila mendapatkan seseorang yang cocok,
memang memberikan satu ketenangan batin dan
ketentraman. Yang paling penting adalah azas yang
diterapkan, tetap bersama dalam keadaan apa pun, tetap
dijalankan.
Jujur saja, kehidupan lajang yang belum memiliki pacar
alias jomblo atau sedang ‘kosong’ sebetulnya juga
sangat menyenangkan. Kamu bisa lakukan apa saja yang
kamu mau, mau pergi karaoke keluarga bersama
teman-temanmu, mau nonton, mau jalan-jalan ke luar
negeri, mau pelayanan sana-sini, mungkin tidak jadi
masalah. Itu bakal jadi sesuatu yang berbeda ketika
ada seorang pacar dan kemudian menjadi pasangan, suami
atau istri kita, harus dilakukan penyesuaian di
sana-sini dan tentunya saling toleransi antara satu
dengan yang lain.
Namun, yang namanya manusia, sering kali tidak pernah
puas, dan tidak jarang ada perasaan bosan menghinggapi
hati kita apabila rutinitas itu-itu saja yang kita
alami. Yang single berkeinginan segera mengakhiri
kehidupan melajangnya dan melabuhkan hatinya kepada
seseorang yang cocok. Sementara tidak jarang yang
sudah menikah dan punya anak merindukan saat-saat
lajang, di mana kebebasan menjadi begitu berarti di
mata mereka.
Rumput tetangga sepertinya kelihatan selalu lebih
hijau…
Bagaimana mencari penyelesaian agar kita bisa
mensyukuri kehidupan yang kita jalani pada saat ini,
sebetulnya merupakan kunci permasalahan.
Pada akhirnya, saya menilai bahwa kehidupan perkawinan
akan jadi sangat menyenangkan bila:
Menikah dengan seorang yang cocok, dari segi
intelektual, k epercayaan/agama, strata sosial, dan
pemikiran akan masa depan berkeluarga yang bakal
diarungi bersama.
Menjalani cinta romantisme- denyut jantung yang
berdetak semakin cepat saat bertemu dengan si Dia,
muka yang memerah (blushing)- dengan penuh rasa syukur
namun tidak terbius olehnya. Sehingga tidak kecanduan
akan cinta romantis ini dan bisa menerima keadaan
ketika cinta romantis menjadi cinta realistis.
Berusaha mengerti kondisi pasangan, terutama pada
saat-saat pasangan tengah menghadapi hal yang kurang
menyenangkan ataupun menghadapi masalah besar.
Pengertian adalah dasar yang utama yaitu dengan
berusaha menempatkan diri pada posisi pasangan.
Tanggung jawab yang tinggi akan keputusan untuk
menikah dan menjalani kehidupan bersama. Dalam kondisi
apa pun!
Tetap setia dan menyertakan Tuhan dalam relasi ini.
Adalah sangat beruntung apabila kedua orang yang
terikat dalam satu mahligai rumah tangga adalah orang
yang sama-sama memiliki hubungan pribadi yang indah
dengan sang Pencipta. Karena banyak kali dalam
kehidupan ini, kita mengalami kekecewaan dengan
pasangan kita. Mungkin yang paling sering mengecewakan
kita adalah pasangan kita, namun apabila kita punya
relasi yang baik dengan Tuhan, yakinlah bahwa kita
akan dimampukan memaafkan dan mengasihi pasangan kita.
Namun, bila hanya salah satu pihak yang lebih dekat
relasinya dengan Tuhan, sebaiknya mendoakan
pasangannya agar bisa merasakan cinta Tuhan secara
pribadi dan setia menunggu saatnya Tuhan tiba bagi
pasangannya untuk merasakan hal itu.
Jika belum menemukan yang cocok, apa yang harus
dilakukan?
Tetaplah mengasihi Tuhan secara sempurna, jangan
marah-marah atau ‘complain’. Kalaupun ada ‘complain’
nyatakan kerinduan dan kegelisahan hatimu kepada
Tuhan.
Nikmati ke-single-an itu sebagai berkat Tuhan juga,
karena kamu tidak pernah tahu apa yang harus kamu
hadapi ketika kamu menikah. Tanggung jawab yang lebih
berat, juga masalah yang lebih besar. Ketika kamu
menghadapi itu semua, mungkin kamu tidak kuat, makanya
Tuhan menunggu waktu yang tepat untuk memberikan
seseorang yang tepat pula untuk kamu.
Dan yakinlah, apabila Tuhan sudah bertindak, dan
memberikan yang terbaik untukmu, Dia tidak pernah
lepas tangan! Dia dengan setia terus membimbing agar
kita siap mengalami semua perubahan yang terjadi.
Dengan demikian, sebagai seorang single, kita hidup
dalam kepenuhan, dan kita mampu mengucap syukur dengan
kehidupan melajang itu. Dan ketika saatnya kamu harus
menikah, kamu pun memiliki rasa syukur yang tinggi
atas kehidupan single yang sudah kamu jalani selama
ini, dan mampu mengambil tanggung jawab akan kehidupan
berumah tangga yang Tuhan percayakan kepada kamu.
Jadi, lajang atau menikah, tidaklah jadi masalah asal
kita menjalani kehidupan ini dengan realistis,
sekaligus penuh pengharapan di dalam iman kita kepada
Tuhan.
Tuhan tahu yang terbaik untuk setiap kita, jangan
pernah ragukan itu! Bersyukur atas apa yang Dia beri,
itu adalah yang terbaik yang bisa kita lakukan pada
saat ini…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar